Lama vakum, kini sinau sastra lahir kembali dari semangat para anggota FLP Sidoarjo di Rumah Budaya Jalan Malik Ibrahim Pucanganom, Sidoarjo. (Jumat, 10/3).
Mulanya, mencuat obrolan santai anggota-anggota di grup FLP Sidoarjo yang mendiskusikan perkembangan sastra. Kemudian penulis senior, Bang Fauzi, memunculkan flyer jadul berjudul Sinau Sastra. Dulu, sinau sastra digelar di warkop-warkop dengan orang seadanya, ngobrol santai tentang semua hal bertema sastra, katanya.
Mengapa tidak, kita adakan saat ini? tegas Mbak Winda, dari divisi bisnis. Ada banyak SDM dari FLP Sidoarjo, bisa diagendakan kembali, apalagi FLP Sidoarjo saat ini sudah dikenal banyak komunitas penulis lainnya, tinggal jalan.
Tentu saja meski tanggapan dari seorang divisi bisnis, sinau sastra bukanlah kegiatan yang dikomersilkan. Tujuan sinau sastra murni untuk mengajak masyarakat dari berbagai kalangan belajar bersama tentang sastra. Sastra yang dalam struktur kebahasaan artinya aturan kepenulisan. Ya, FLP Sidoarjo ingin memakmurkan definisi sastra kembali agar sastra tidak hilang di tengah kemajuan teknologi.
Tema sinau sastra yang digarap awal ini sesuai dengan pemantik tujuan tersebut yaitu membahas problematika sastra itu sendiri dalam perkembangan terbaru ChatGPT yang memanfaatkan teknologi AI (Artificial Inteligent).
Fauzi selaku pemateri menuturkan bahwa ChatGPT seperti pisau bermata dua. Di satu sisi menguntungkan, dan di sisi lain merugikan. Kyota Hamzah yang menjadi MC saat itu menengahi dua pernyataan Fauzi, bahwa memang menguntungkan dari segi finansial bagi penulis yang menggantungkan cuan dengan menulis di platform, tapi bagaimana dengan kematangan ide-ide alami dari diri seorang penulis itu sendiri bahwa dengan adanya ChatGPT, seseorang yang tidak bisa menulis pun akhirnya bisa membuahkan karya dengan bantuan teknologi. Itulah hebatnya teknologi. Fauzi menjelaskan memang lebih baik untuk menjadi penulis yang lahir secara alamiah dengan ide dan daya kreativitasnya sendiri sehingga mengasah kemampuan asli seorang penulis. Chat GPT hanya salah satu bentuk terobosan yang membantu kinerja manusia secara instan khususnya menulis di tengah kesibukannya.
Dony Anggono dan Bunda Ely yang hadir saat itu juga mengarahkan agar kembali ke fungsi dasar dari menulis yaitu mencatat. Selaras dengan profesinya sebagai pendidik, sekarang ini catatan para siswa pun menjadi penilaian dari seorang guru karena siswa sudah banyak yang meninggalkan buku dan beralih ke teknologi untuk merekam pelajaran.
Tyas W selaku ketua FLP Sidoarjo mengharapkan diskusi-diskusi semacam ini kelak akan dilanjutkan di edisi sinau sastra berikutnya untuk menjaga idealism penulis FLP agar menjadi penulis yang berkeadaban. Sinau sastra nantinya akan digarap oleh teman-teman tetap pencetus, dan menjadi perpanjangan tangan jaringan eksternal FLP Sidoarjo dalam menggandeng komunitas penulis lainnya di Sidoarjo.
Acara diskusi berlangsung santai, dan menyenangkan. Hadir teman-teman anggota FLP diantaranya Oppa Welly dari divisi humas yang merekam streaming ig, Bu Srindaningsih, Mbak Miftah dari divisi bisnis, juga teman-teman dari komunitas Yuk Nulis Sidoarjo, PPA, Malam Puisi, JWS, Embrio, dan Puspita publishing. Sebagai penutup acara, dibacakan puisi oleh Pak Aziz dari sastrawan Sidoarjo.
0 comments